PALEMBANG - Meski Sumsel masuk kategori daerah penghasil kopi terbesar, namun jumlah eksportir justru terus berkurang. Berdasarkan data sejak lima tahun terakhir jumlah eksportir kopi Sumsel merosot dari 15 pengusaha, kini tinggal lima pengusaha saja.
“Mereka tak mampu bersaing dengan eksportir dari Lampung. Dari sisi harga juga kalah jauh, pesaing berani membeli harga lebih mahal di tingkat petani. Ini salah satu pemicu merosotnya
jumlah eksportir Sumsel,” kata Kepala Dinas Perindutrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumsel, Eppy Mirza di ruang kerjanya, Kamis (10/3).
Akibatnya, para eksportir tidak memiliki bahan baku yang siap diekspor. Hasil panen petani lebih banyak dijual ke eksportir Lampung melalui pengumpul. Mereka, lanjut Eppy, berani memberikan selisih harga jauh lebih besar dibanding harga yang ditawarkan eskportir Sumsel.
“Modal mereka lebih kuat, jadi mereka berani beli kopi petani dengan harga sedikit lebih tinggi. Makanya sekarang petani lebih memilih menjual kopi ke Lampung dari pada ke Eksportir Sumsel,”
katanya seraya mengakui petani itu adalah penghasil kopi terbesar seperti Pagaralam, Semendo dan Ranau.
Merosotnya jumlah eksportir lambat laun berpengaruh pada berkurangnya nilai ekspor kopi. Terdata sejak tahun 2008 nilainya mencapai 19 ribu USD menjadi 16.392 USD. Bahkan hingga November 2010 jumlahnya kembali merosot menjadi 14.538 USD.
Meski secara business to business Sumsel tidak dirugikan namun imbasnya diakui Eppy Mirza cukup terasa. Pasalnya, jika ekspor itu lebih banyak dilakukan di Sumsel, otomatis tenaga kerja yang terserap akan sangat besar.
“Sebab tiap-tiap eksportir setidaknya mampu menyerap 200-300 tenaga kerja harian untuk memilah kualitas kopi,” katanya.
Menyikapi kondisi ini, pihaknya pun secara rutin menggelar sosialisasi ke eksportir agar mereka membeli dengan penawaran harga lebih tinggi. Ini juga mencegah agar kopi Sumsel semuanya tidak lari ke Lampung.
Dengan penawaran harga bersaing diharapkan pula memacu multi player efek yang bisa mendongkrak perekonomian daerah bersangkutan.
Kopi Sumsel sendiri, diakui Eppy, saat ini sangat diterima di pasaran Eropa seperti Belanda, Perancis, Jerman dan Belgia. Bahkan untuk pasaran Asia seperti Jepang dan Hongkong telah menjadi tujuan utama sejak tahun 2009.
“Bahkan 70 persen ekspor kopi kita dikirim ke negara itu untuk komoditi menghadapi musim dingin,” katanya. (sta)
sumber : http://palembang.tribunnews.com
No comments:
Post a Comment