PROTAS TEH PAGARALAM TERTINGGI DI INDONESIA
Dari total lahan seluas 1.430 ha, kini 60 persen kebun teh yang
berada di lereng timur Gunung Dempo tersebut dipanen dengan mesin petik. “Kami
berusaha mengoptimalkan panen dengan mesin petik, paling tidak beberapa tahun
ke depan bisa di atas 70 persen,” kata Manajer Unit Usaha Pagaralam Rudi
Guntur.
Sementara sisanya tetap dengan petik manual atau gunting, terutama di areal bertopografi berat, terjal dengan tingkat kecuraman tinggi. Unit Usaha Pagaralam mulai mengaplikasikan mesin petik pada tahun 2006 dimulai dari 5 unit dan kini menjadi sebanyak 48 unit. Mulanya memang tak mudah, karena berbagai kendala juga menyertai.
Sementara sisanya tetap dengan petik manual atau gunting, terutama di areal bertopografi berat, terjal dengan tingkat kecuraman tinggi. Unit Usaha Pagaralam mulai mengaplikasikan mesin petik pada tahun 2006 dimulai dari 5 unit dan kini menjadi sebanyak 48 unit. Mulanya memang tak mudah, karena berbagai kendala juga menyertai.
“Mekanisasi memerlukan konsistensi, sebab jika terjadi kesalahan
akan merusak tanaman. Kami juga melakukan ploting sampai kemiringan terntentu
agar bisa dipanen dengan mesin petik,” ujar Guntur. Optimalisasi petik dengan
mesin juga harus diimbangi dengan perawatan tanaman sesuai dengan norma,
terutama pemupukan.
“Dengan mesin, jadwal petik harus konsisten. Jadi, tanaman harus mendapatkan
suplai pupuk yang cukup agar pucuk keluar terus,” kata Guntur yang kelahiran
Bojonegoro tahun 1957 dan lulusan Fakultas Pertanian UPN Yogyakarta pada 1985
itu.
Kemudian yang juga tak kalah penting adalah memotivasi pekerja,
membangkitkan semangat mereka untuk bangkit bersama. “Jangan sampai ada pekerja
yang pesimis. Kita harus mengajak mereka mengubah mindside bahwa semua bisa
dilakukan jika memang dikerjakan dengan benar dan sungguh-sungguh,” tegas ayah
tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Cory Setianingsih itu.
Mengubah kebiasaan memang bukan perkara mudah. “Selama ini banyak
pekerja yang bekerja dengan kebiasaan lamanya yang sebenarnya tidak sesuai lagi
dengan kondisi sekarang. Mereka yakin kalau biasanya begini maka harus begini.
Merasa tak bisa berubah. Padahal bisa, soalnya mau atau tidak memulai perubahan
itu.”
Guntur mencontohkan selama ini tertanam anggapan dan kebiasaan
bahwa kalau pucuk yang dipanen kasar maka teh yang dihasilkan juga kasar.
Padahal, kita punya alat untuk membuat lebih halus. Nah, itulah gunanya alat,
tergantung kita yang mengoperasikan. Meski pucuk kasar, kalau kita bisa buat
menjadi halus, ya jadi halus. Hanya mengubah cara kerjanya saja.
Dalam proses perubahan itu, kata Guntur, yang terpenting adalah
adanya komunikasi yang intens antara atasan dan bawahan atau antarpekerja.
Artinya, tidak bisa jalan sendiri-sendiri. “Apa tujuan perusahaan dan apa yang
harus kita lakukan untuk mencapai tujuan itu, harus kita komunikasikan,
dipahami oleh semua pekerja.”
Peningkatan produksi dan produktivitas juga harus dibarengi dengan
peningkatan kualitas produk. Untuk menghasilkan teh bermutu, lagi-lagi Guntur
menyebut diperlukannya konsistensi, mulai dari perawatan tanaman, pemanenan,
sortasi, pengolahan sejak mulai pelayuan, kuantitas di OTR, dan seterusnya
hingga pengemasan, penyimpanan, dan pemasaran.
“Jika ada proses yang kurang atau berlebihan, akan mempengaruhi
proses berikutnya, termasuk mutu yang dihasilkan. Misalnya kuantitas pucuk
ketika proses di OTR, jangan lebih dan jangan pula kurang. Sebab hal itu akan
mempengaruhi proses berikutnya dan mutu teh yang dihasilkan,” dia mencontohkan.
Termasuk juga masuk dalam prinsip konsistensi adalah
mempertahankan komposisi klon. “Kami sudah sampaikan dan mendapat respon
positif dari Pak Komut dan Direksi bahwa komposisi klon teh di Pagaralam ini
harus dibakukan agar kekhasan teh Gunung Dempo juga tidak berubah dan tidak
hilang,” katanya.
Komposisi klon di kebun teh Pagaralam seluas 1.437,98 ha adalah
Assamica seluas 7,41 ha (0,52%), TRI 2024 seluas 301,71 ha (20,98%), TRI 2025
seluas 687 ha (47,78%), MPS seluas 11,80 ha (0,82%), CIN/MPS seluas 3,08 ha
(0,21%), Kiara seluas 37,98 ha (2,64%), Gambung 7 seluas 58,78 ha (4,09%),
Gambung 11 seluas 14,13 ha (0,98%), dan Gambung 9/Mix seluas 316,09 ha (21,98%).
Untuk mengimbangi kenaikan produktivitas, kapasitas pabrik pun
ditingkatkan dari 40 ton pucuk per hari menjadi 60 ton dan sekarang jadi 80
ton. Sekarang yang menjadi masalah, produksi naik belum dibarengi dengan
penambahan gudang untuk penyimpanan. “Barang yang digudangkan makin banyak,
karena pembeli mengambil barang masih dalam kuantitas yang sama dengan sebelum
kenaikan produksi,” katanya.
Kemudian yang terpenting, Unit Usaha Pagaralam tidak lagi merugi
seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi sudah bisa megantungi keuntungan sejak
tahun 2009. “Tahun ini kami perkirakan bisa memperoleh untung Rp7 miliar untuk
perhitungan kebun,” kata Guntur. (tim)
Sumber : PTPN 7
No comments:
Post a Comment