Selamat Datang di Bumi Jagad Besemah

26 May, 2010

SLPHT

SLPHT

SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU




Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) mulai dirintis pertama kali di Indonesia dalam rangka Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu, yaitu pada tahun 1990. Pada waktu itu istilah Sekolah Lapangan terdengar cukup aneh di kalangan petani maupun masyarakat lain, tetapi empat tahun kemudian SLPHT telah diselenggarakan oleh kelompok tani di Indonesia, serta penyelenggaraan di desa-desa dalam bentuk IPM Farmer Field School (Sekolah Lapangan PHT) di Vietnam, China, Phillipines, Banglades, India, Korea Selatan, Muangthai, dan Srilangka. Dalam hal ini SLPHT yang dikembangkan di Indonesia merupakan sumbangan yang berarti bagi Petani di Indonesia dan di negara-negara lain. Saat ini di Indonesia telah berkembang SLPHT pada berbagai komoditi selain padi, di antaranya adalah pada tanaman buah-buahan, sayuran, dan tanaman lainnya, serta telah jutaan alumni SLPHT dihasilkan sebagai Petani Ahli PHT.



Lesman dalam usaha mengembangkan pendampingan kelompok tani di 3 Kabupaten, yaitu Kab. Kulon Progo dan Gunung Kidul ( DIY) serta Kab. Boyolali ( Jawa Tengah), telah banyak sekali melakukan kegiatan Sekolah Lapang, yaitu Sekolah Lapang PHT ( Padi, Polowijo, dll) dan Sekolah Lapang EKOLOGI TANAH, dengan tujuan untuk mengembangkan program pertanian berkelanjutan

(Sustainable Agriculure).



Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) merupakan metode penyuluhan untuk mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu. Sekolah Lapangan (i) mempunyai peserta dan pemandu lapangan, (ii) merupakan sekolah di lapangan dan peserta mempraktekkan/menerapkan secara langsung apa yang dipelajari, (iii) mempunyai kurikulum, evalusai dan sertifikat tanda lulus, dan (iv) dimulai dengan acara pembukaan, penutupan, kunjungan lapangan/study tour dan diakhiri dengan temu lapangan.



Metode penyuluhan sekolah lapangan lahir berdasarkan atas dua tantangan pokok, yaitu keanekaragaman ekologi dan peran petani sebagai manajer (ahli PHT) di lahannya sendiri. Pengendalian Hama Terpadu sulit dituangkan melalui model penyuluhan biasa (poster, ceramah dan lainnya), antara lain karena keanekaragam ekologi daerah tropik, oleh karena itu PHT mutlak bersifat lokal. PHT bekerja sama dengan alam dan tidak menentangnya. Upaya mengubah Petani agar menjadi manajer lahannya/ahli PHT pada dasarnya merupakan pengembangan sumberdaya manusia. Untuk menuju pertanian berkelanjutan petani merupakan sumberdaya masyarakat tani itu sendiri yang mampu memperbaiki teknologi pertanian secara berkesinambungan.



Ciri-ciri Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu adalah sebagai berikut :

· Petani dan Pemandu adalah warga belajar dan saling menghormati;

· Perencanaan bersama oleh kelompok tani;

· Keputusan bersama oleh anggota kelompok tani;

· Cara belajar lewat pengalaman/Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi);

· Melakukan sendiri, mengalami sendiri, dan menemukan sendiri;

· Materi pelatihan dan praktek terpadu di lapangan;

· Sarana belajar adalah lapangan usahatani (Agroekosistem);

· Pelatihan selama satu siklus perkembangan tanaman (sesuai fenologi tanaman);

· Kurikulum yang rinci dan terpadu;

· Sarana serta bahan mudah dan praktis, serba guna, dan mudah diperoleh dari lapangan;

· Demokratis, kebersamaan, keselarasan, partisipatif dan tanggung jawab.



Lahan/lapangan dan ekologi pertanian setempat yang hidup dan dinamis merupakan sarana belajar utama, jika diperlukan sarana belajar lain, maka hanya berupa ”Petunjuk Teknis”, yaitu petunjuk/pedoman langkah-langkah proses belajar.

Peserta Sekolah Lapangan PHT adalah petani pemilik dan penggarap lahan usahatani yang responsif terhadap teknologi baru, produktif, baik pria maupun wanita. Sebagai petani mereka bukan milik dan bawahan siapapun.

1 comment:

  1. thanks, matakuliah gw jadi kelar
    wait your next moving......

    ReplyDelete