Selamat Datang di Bumi Jagad Besemah

13 July, 2011

Kopi Luwak Pagaralam

kopi luwak alam merupakan kopi luwak ungunggulan dari pulau sumatra, yang di maksud kopi luwak alam ialah kopi luwak yang di dapatkan dari kotoran luwak liar yang memakan buah kopi di daerah perkebunan kopi,

Daerah penghasil kopi terbesar indonesia adalah pulau sumatra, di pulau sumatra ada beberapa daereh penghasil kopi, diantaranya lampung, jambi, bengkulu, aceh, dan sumatra selatan,
Sumatra selatan merupakan daerah penghasil kopi terbesar yaitu, terdapat ratusan ha kebun kopi di pagaralam dan sebagian lagi di kabupaten lahat dan empat lawang,
Pagaralam merupakan kota kopi yang kaya akan kopi luwak alam, karna pagaralam merupakan daerah yang terdiri dari bukit dan gunung, maka banyak sekali binatang luwak yang berkembang biak di pagaralam,
luwak merupakan binatang buas yang keluarnya di malam hari, luwak tidak hanya memakan buah kopi, melainkan memakan pisang, sirsak, jambu biji, dan masih banyak lagi buah-buahan yang sering di makan luwak, namun sepertinya buah kopi sudah merupakan makanan faporit nya luwak, bukti nya di setiap musim kopi, kotoran luwak liar berupa biji kopi semua, binatang luwak menyukai bau harum, sehingga buah-buahan yang di makan luwak merupakan buah yang matang segar dan ber-aroma, dan ini merupakan salah satu yang membuat kopi luwak alam menjadi lebih unggul, selain itu kopi luwak alam tentunya berasal dari luwak yang sehat, menurut mr.kevin seorang pembeli kopi luwak dari korea yang pernah datang ke alamat kami, katanya orang korea sangat menyukai kopi luwak alam, karna selain alami, kopi luwak alam aroma nya lebih menyengat,
mr.kevin seorang pembeli kopi luwak asal korea ini merasakan telah menemukan kopi luwak murni yang dia cari-cari, dan mr.kevin merasa sangat puas setelah melihat daerah penghasil kopi sumatra yang sesungguh nya, mr.kevin sempat meminta kami memperlihatkan kepada nya bagai mana mendapatkan kopi luwak, dan cara pengolahan kopi luwak, serta peroses pembuatan kopi bubuk, dari awal hingga selesai,
Dalam perjalanan dari bandara jakarta ke palembang mr.kevin berangkat pada pagi hari, tiba di kota palembang jam 10, setelah itu berangkat ke kota pagaralam dengan trevel lantra jaya, tiba di alamat kami pukul 17.30 sore, sehingga mereka merasa sangat lelah, namun setelah melihat indah nya pagaralam yang menurut seorang penunjuk jalan dari jakarta, katanya sepanjang perjalanan sudah bagaikan alam wisata, maka rasa lelah itu segera hilang, bahkan mr.kevin berencana ingin datang kembali ke pagaralam tahun depan,

mereka mengenal saya karna mereka pernah membeli kopi luwak dari saya pada tahun lalu, melalui teman saya di jakarta, ketika itu belum begitu banyak penjual kopi luwak indonesia yang berpromusi di internet, sehingga walau pun kami hanya petani kecil kami pernah di kunjungi oleh trans tv, padahal pada saat itu kami masih serba dalam pelajaran, sehingga cara pengemasan kopi pun sangat sedrhana sekali, sampai-sampai tetangga saya yang nonton tayangan kopi luwak mengomentari cara membungkus kopi luwak yang kami perlihatkan pada waktu itu, namun untuk tingkat petani memang hanya itulah yang kami bisa, karna kami bukanlah pengusaha kopi luwak yang kaya, bukan pulah kontraktor, kami hanya petani yang belajar memasarkan kopi luwak yang kami dapatkan, dan kami masih belajar bagai mana mempromusikan kopi luwak kami kepada dunia,

Kami menjual kopi luwak murni, karna kopi luwak di daerah kami cukup banyak, kami tak mungkin mencemari kopi luwak yang kami punya dengan kopi biasa, karna kopi luwak asli yang kami punya belum tentu habis hingga sampai kemusim kopi berikut nya, di daerah kami terdapat banyak kopi luwak alam karna daerah pagaralam merupakan daerah pegunungan yang mempunyai curah hujan tinggi, biasanya di saat musim panen kopi jika turun hujan pada sore hari, atau turun hujan di malam hari, sangat banyak di temukan kotoran luwak, mungkin karna luwak lebih mudah menelan buah kopi di kala buah kopi itu terkena air, atau luwak kedinginan hingga merasa perlu makan kopi yang banyak, selain itu di saat musim panen kopi semua petani kopi pada sibuk mengerjakan lahan mereka sendiri, maka otomatis kekurangan tenaga kerja, sedangkan masa panen kopi di pagaralam serentak panen, tentu saja banyak buah kopi matang yang tidak sempat di panen, makanya banyak kopi yang di makan luwak.

sumber : http://www.sumur.co.cc

Kopi Sumatera Selatan diminati Asing

Sejumlah negara di Eropa, seperti Belanda, dan negara di Timur Tengah menyatakan tertarik untuk membeli kopi, karet dan teh dari Sumatera Selatan yang diharapkan dapat direalisasikan untuk menambah pendapatan provinsi ini.

"Ketertarikan negara-negara tersebut terhadap komoditas hasil perkebunan Sumatera Selatan (Sumsel) disampaikan pada saat berlangsung Sriwijaya Expo 2010," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumsel, Epy Mirza, di Palembang, Kamis (24/6/2010).

Menurut dia, pembeli dari luar negeri, seperti Eropa, Belanda, dan Timur Tengah itu tertarik dengan komoditas hasil perkebunan di daerah ini. "Mereka itu sudah mengambil contoh produk hasil perkebunan tersebut, dan akan datang lagi ke Sumsel untuk menindaklanjuti rencana tersebut," kata dia.

Ia menyatakan, para pembeli itu datang ke Sumsel difasilitasi event organizer untuk membuka peluang ekspor. Bahkan peminat seperti dari Timur Tengah juga menghitung mana yang lebih menguntungkan apakah produk dari Sumsel atau negara lain, mengingat saingan berat bagi provinsi ini adalah Malaysia, Vietnam, dan Thailand. "Untuk bersaing dengan Malaysia, Vietnam, dan Thailand ini, Sumsel harus lebih meningkatkan mutu dan produktivitas hasil perkebunan di daerah ini," ujar dia lagi.

Ia mengakui, kalau sekarang ini kopi dari Sumsel berada di grade III dan IV, sedangkan mereka menginginkan kalau bisa di grade II, dengan biji kopi ukuran sama dan mulus atau tidak pecah. "Mereka mau membeli kopi grade II, namun harus higienis, karena mereka mengetahui bahwa pengelolaan kopi di Sumsel belum higienis karena dijemur di badan jalan dan tanah. Sehubungan dengan hal ini maka perlu perbaikan ke depannya," ujarnya.

Beberapa negara itu, menurut dia, ada yang memesan biji kopi dan kopi bubuk dari Sumsel dengan jumlah besar, seperti Arab memesan 50 ribu ton per tahun, dan Belanda 100 ribu ton per tahun. Jika itu terealisasi maka Sumsel sanggup memenuhinya, mengingat produksi kopi di provinsi ini sekitar 670 ribu ton per tahun.

sumber : http://www.antaranews.com/

Standar Mutu Kopi

Penentuan Standar Mutu Kopi

Indonesia telah menerapkan standar mutu kopi biji berdasarkan sistim nilai cacat kopi sejak tahun 1990. Standar mutu kopi biji yang berlaku saat ini adalah SNI 01-2907-2008 Kopi Biji hasil dari beberapa kali revisi.
Kriteria Satuan Peryaratan
1. Serangga hidup tidak ada
2. Biji berbau busuk dan atau tidak ada
atau berbau kapang
3. Kadar air % fraksi massa maks 12,5
4. Kadar kotoran % frkasi massa maks 0,5

Berdasarkan sistim nilai cacat
Mutu Persyaratan
Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11
Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25
Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44
Mutu 4a Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
Mutu 4b Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
Mutu 5 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150
Mutu 6 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225

Catatan : Untuk kopi arabika mutu 4 tidak dibagi menjadi sub mutu 4a dan 4b

Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi
No Jenis Cacat Nilai Cacat
1 1 (satu) biji hitam 1 (satu)
2 1 (satu) biji hitam sebagian ½ (setengah)
3 1 (satu) biji hitam pecah ½ (setengah)
4 1 (satu) kopi gelondong 1 (satu)
5 1 (satu) biji coklat ¼ (seperempat)
6 1 (satu) kulit kopi ukuran besar 1 (satu)
7 1 (satu) kulit kopi ukuran sedang ½ (setengah)
8 1 (satu) kulit kopi ukuran kecil 1/5 (seperlima)
9 1 (satu) biji berkulit tanduk ½ (setengah)
10 1 (satu) kulit tanduk ukuran besar ½ (setengah)
11 1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang 1/5 (seperlima)
12 1 (satu) kulit tanduk ukuran kecil 1/10 (sepersepuluh)
13 1 (stau) biji pecah 1/5 (seperlma)
14 1 (satu) biji muda 1/5 (seperlima)
15 1 (satu) biji berlubang satu 1/10 (sepersepuluh)
16 1 (satu) biji berlubang lebih dari satu 1/5 (seperlima)
17 1 (satu) biji bertutul-tutul 1/10 (sepersepuluh)
18 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran besar 5 (lima)
19 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran sedang 2 (dua)
20 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran kecil 1 (satu)

Keterangan : Jumlah nilai cacat dihitung dari contoh uji seberat 300 g. jika satu biji kopi mempunyai lebih dari satu nilai cacat,maka penentuan nilai cacat tersebut didasarkan pada bobot nilai cacat terbesar.

sumber : http://www.aeki-aice.org

11 July, 2011

Eksportir Kopi Sumsel terus berkurang

PALEMBANG - Meski Sumsel masuk kategori daerah penghasil kopi terbesar, namun jumlah eksportir justru terus berkurang. Berdasarkan data sejak lima tahun terakhir jumlah eksportir kopi Sumsel merosot dari 15 pengusaha, kini tinggal lima pengusaha saja.

“Mereka tak mampu bersaing dengan eksportir dari Lampung. Dari sisi harga juga kalah jauh, pesaing berani membeli harga lebih mahal di tingkat petani. Ini salah satu pemicu merosotnya

jumlah eksportir Sumsel,” kata Kepala Dinas Perindutrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumsel, Eppy Mirza di ruang kerjanya, Kamis (10/3).

Akibatnya, para eksportir tidak memiliki bahan baku yang siap diekspor. Hasil panen petani lebih banyak dijual ke eksportir Lampung melalui pengumpul. Mereka, lanjut Eppy, berani memberikan selisih harga jauh lebih besar dibanding harga yang ditawarkan eskportir Sumsel.

“Modal mereka lebih kuat, jadi mereka berani beli kopi petani dengan harga sedikit lebih tinggi. Makanya sekarang petani lebih memilih menjual kopi ke Lampung dari pada ke Eksportir Sumsel,”

katanya seraya mengakui petani itu adalah penghasil kopi terbesar seperti Pagaralam, Semendo dan Ranau.

Merosotnya jumlah eksportir lambat laun berpengaruh pada berkurangnya nilai ekspor kopi. Terdata sejak tahun 2008 nilainya mencapai 19 ribu USD menjadi 16.392 USD. Bahkan hingga November 2010 jumlahnya kembali merosot menjadi 14.538 USD.

Meski secara business to business Sumsel tidak dirugikan namun imbasnya diakui Eppy Mirza cukup terasa. Pasalnya, jika ekspor itu lebih banyak dilakukan di Sumsel, otomatis tenaga kerja yang terserap akan sangat besar.

“Sebab tiap-tiap eksportir setidaknya mampu menyerap 200-300 tenaga kerja harian untuk memilah kualitas kopi,” katanya.

Menyikapi kondisi ini, pihaknya pun secara rutin menggelar sosialisasi ke eksportir agar mereka membeli dengan penawaran harga lebih tinggi. Ini juga mencegah agar kopi Sumsel semuanya tidak lari ke Lampung.

Dengan penawaran harga bersaing diharapkan pula memacu multi player efek yang bisa mendongkrak perekonomian daerah bersangkutan.

Kopi Sumsel sendiri, diakui Eppy, saat ini sangat diterima di pasaran Eropa seperti Belanda, Perancis, Jerman dan Belgia. Bahkan untuk pasaran Asia seperti Jepang dan Hongkong telah menjadi tujuan utama sejak tahun 2009.

“Bahkan 70 persen ekspor kopi kita dikirim ke negara itu untuk komoditi menghadapi musim dingin,” katanya. (sta)

sumber : http://palembang.tribunnews.com

Peran Rimba (Rumah Informasi Mengenal Budaya dan Alam)Besemah dalam Mendukung Pariwisata

Peran Rimba Besemah dalam Mendukung Pariwisata

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ada empat faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan potensi pariwisata di Kota Pagar Alam, baik itu berasal dari pihak-pihak yang terlibat (pemerintah, swasta, dan masyarakat) maupun keberadaan potensi pariwisata tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini harus dimulai dari dasar (masyarakat) dengan program yang berkesinambungan. Untuk mengatasi permasalahan pariwisata ini maka dapat dilakukan upaya sebagai berikut :
1. perbaikan akses transportasi sehingga lokasi wisata yang tersebar di berbagai wilayah lebih mudah untuk dikunjungi.
2. penyediaan akses informasi mengenai lokasi wisata di Kota Pagar Alam sehingga memberikan kemudahan bagi pengunjung.
3. penyediaan tenaga profesional dalam pengelolaan potensi pariwisata untuk penataan objek wisata yang maksimal.
4. penyosialisasian dan pengajaran terhadap pentingnya potensi wisata daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap potensi pariwisata di Kota Pagar Alam.
Pada dasarnya kebijakan pemerintah untuk mengembangkan pariwisata melalui program yang telah dibuat, baik kawasan wisata terpadu, pembangunan lapangan terbang, paket wisata murah, pamflet wisata, dan program lainnya merupakan sebuah kebijakan yang cukup tepat untuk dilaksanakan mengingat pemerintah mungkin belum terpikirkan untuk mendirikan suatu lembaga yang memuat seluruh informasi pariwisata. Sebuah program tentunya tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh perangkat-perangkat program tambahan atau perangkat program pendukung lainnya. Program Rimba (Rumah Informasi Mengenal Budaya dan Alam) Besemah ini melengkapi program-program pemerintah terdahulu. Program pemerintah dalam pengembangan potensi pariwisata akan lebih maksimal dengan adanya Rimba Besemah sebagai pusat informasi dan promosi pariwisata Kota Pagar Alam. Semua lokasi pariwisata dan pertunjukan seni budaya yang sudah didesain dengan apik akan lebih diketahui melalui Rimba Besemah ini.
Rimba Besemah memiliki peran yang cukup besar dalam pengembangan pariwisata. Peran Rimba Besemah ini adalah sebagai berikut :
1. sebagai penyedia informasi yang lengkap dan terbaru mengenai pariwisata di Kota Pagar Alam, khususnya objek wisata baru atau penemuan peninggalan budaya lampau (benda-benda arkeologi), baik yang baru ditemukan atau yang belum dikelola dengan baik, misalnya dengan penyediaan website yang lengkap dan menarik mengenai budaya, sejarah, dan alam Besemah.
2. sebagai tempat pelatihan atau pembelajaran bagi masyarakat, khususnya generasi muda (pelajar) untuk lebih memahami kekayaan alam dan budaya di Kota Pagar Alam sehingga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk melestarikan, mengelola dan turut serta dalam pengembangan pariwisata.
3. sebagai pelopor museum Pagar Alam yaitu sebagai upaya pelestarian budaya dan kekayaan alam. Selain informasi, Rimba Besemah juga menampung benda-benda arkeologi, seni budaya dan kerajinan tangan masyarakat Kota Pagar Alam. Untuk peninggalan budaya masa lampau, seperti megalit, arca, prasasti, dan peninggalan lainnya dibuat replika yang menyerupai aslinya yang disertai dengan informasi terkait replika tersebut (lokasi, asal usul atau pesan yang termuat). Informasi dimuat dalam tiga bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, huruf Ulu (huruf Pagar Alam kuno). Karena itu, wisatawan tidak harus mengunjungi semua lokasi pariwisata untuk mempelajari Kota Pagar Alam.
4. sebagai sarana promosi pariwisata Kota Pagar Alam dan sebagai mitra pemerintah dalam melaksanakan program pariwisata, misalnya pemesanan paket wisata dapat diperoleh wisatawan melalui Rimba Besemah ini.
Rimba Besemah Pagar Alam menyediakan semua informasi pariwisata di Kota Pagar Alam, misalnya lokasi objek wisata, restoran, penginapan, pusat oleh-oleh dan cinderamata (souvenir) serta pertunjukan seni budaya . Semua informasi ini juga ditunjang dengan adanya website yang dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja. Jika BPS terkenal dengan “Pagar Alam dalam Angka”, maka Rimba Besemah bisa disebut dengan “Pagar Alam dalam Rumah” karena kelengkapan informasi terdapat pada rumah ini, khususnya informasi pariwisata. Dengan adanya Rimba Besemah sebagai pusat informasi wisata maka pengunjung akan lebih mudah untuk menjelajahi pesona alam, sejarah dan budaya di bumi Besemah.
Esensi yang tidak kalah penting selain pendirian rumah informasi adalah dibutuhkannya SDM (Sumber Daya Manusia) peneliti dan pengelolaan secara profesional terhadap objek wisata yang ada, khususnya untuk benda arkeologi sebagai cagar budaya. Akibat minimnya tenaga profesional, kekayaan potensi pariwisata yang ada di Kota Pagar Alam masih banyak yang belum dikelola secara maksimal. Hal ini diperparah akibat rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan potensi ini. Tidak sedikit lokasi yang berpotensi sebagai objek wisata menjadi terbengkalai bahkan rusak karena ulah masyarakat, khususnya pada kawasan megalit. Upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dapat dilakukan melalui Rimba Besemah ini. Dengan informasi yang lengkap akan membuat masyarakat lebih menghargai dan melestarikan kekayaan potensi pariwisata di Kota Pagar Alam sehingga masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam program-program pengembangan pariwisata yang telah dibuat.
Melalui Rimba Besemah sebagai pusat informasi pariwisata Pagar Alam, pengetahuan dan kesadaran generasi muda (pelajar) dapat ditingkatkan dengan sosialisasi dan pelatihan berupa pengajaran sebagai pemandu wisata yang dilakukan di Rimba Besemah. Dengan harapan generasi ini kelak akan menjadi pihak yang secara strategis dan profesional mengelola dan melestarikan daerahnya. Dalam arti lain, Rimba Besemah selain meningkatkan kesadaran dan pengetahuan juga memperbaiki kesejahteraan masyarakat melalui partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata.

Kebijakan Pariwisata Kota Pagaralam

Kebijakan Pemerintah dalam Mengembangkan Pariwisata di Kota Pagar Alam

Dalam pengembangan potensi pariwisata, Pemerintah Kota Pagar Alam telah menerapkan beberapa kebijakan namun adapula yang masih dalam perencanaan, seperti pembangunan kawasan wisata terpadu, penerbitan buku panduan wisata, penyediaan paket wisata murah, sosialisasi dan pembinaan masyarakat (pedagang), penyelenggaraan festival Besemah, pembangunan lapangan terbang Atung Bungsu, dan pengembangan agrowisata.
Pemerintah Kota Pagar Alam berencana untuk membangun kawasan wisata terpadu. Kawasan wisata ini terdiri dari kolam Muara Tenang, Dempo Park, Kawasan Wisata Gunung Dempo, Tebat Gheban, Air Terjun Lematang Indah, kawasan sekitar hotel dan villa Gunung Gare dan kawasan objek wisata lainnya (Besemah Pagar Alam, 2010e).
Pembangunan sarana pariwisata, selain bertujuan untuk memperkuat struktur ekonomi daerah juga ditujukan untuk memperbesar penerimaan daerah, peningkatan pemasukan devisa, meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kegiatan ekonomi di sektor lain yang terkait. Pemerintah Kota Pagar Alam dalam upayanya mewujudkan keberhasilan pembangunan sektor pariwisata telah mengambil langkah-langkah kongkret, baik berupa kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan objek wisata dan kegiatan promosi dengan menerbitkan buku panduan objek pariwisata yang berada di Kota Pagar Alam dalam bentuk pamflet (Pemerintah Kota Pagar Alam, 2010).
Salah satu strategi promosi dan strategi untuk menarik wisatawan berkunjung ke Kota Pagar Alam, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pagar Alam merencanakan adanya program paket wisata murah akhir tahun, wisata sejarah, wisata alam dan agrowisata. Sasaran paket wisata murah adalah pelajar di wilayah sekitar Pagar Alam. Satu paket tersebut terdiri dari penginapan, konsumsi dan biaya transportasi mengunjungi beberapa objek wisata. Untuk melengkapi sarana Kota Pagar Alam sebagai kota andalan pariwisata, pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pagar Alam juga menjajaki kemungkinan lokasi yang nantinya akan dijadikan pusat wisata, yang menyediakan beragam cinderamata, kuliner dan jajanan khas Pagar Alam. Dinas Pariwisata akan berkoordinasi dengan instansi lain untuk melakukan pembinaan pedagang yang akan mengisi pasar wisata dalam program yang masih dalam perencanaan ini (Besemah Pagar Alam, 2010d).
Pemerintah Kota Pagar Alam secara rutin melaksanakan Festival Besemah yang merupakan wahana untuk promosi dalam meningkatkan potensi daerah dan menjadi ajang promosi bagi sejumlah budaya dan kesenian daerah. Untuk mempermudah akses menuju Pagar Alam Pagar Alam telah berjalan pembangunan Lapangan Terbang Atung Bungsu yang bersumber dari APBN dan APBD Pagar Alam (Besemah Pagar Alam, 2010c).
Safrudin (2009) mengemukakan bahwa perlu adanya sarana pendukung untuk menyukseskan pariwisata, khususnya untuk menarik kalangan investor dalam negeri maupun mancanegara seperti adanya festival, pameran dan produk unggulan hortikultura. Hal ini bertujuan untuk lebih mempromosikan potensi dan investasi suatu daerah. Pemerintah Kota Pagar Alam sendiri telah melakukan beberapa kegiatan pameran yang diikuti oleh setiap instansi pemerintahan dan masyarakat. Pameran ini merupakan agenda tahunan menyambut hari jadi Kota Pagar Alam. Begitu pula dengan festival bunga yang disambut baik oleh masyarakatnya. Kegiatan ini tentunya menarik bagi masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Pagar Alam.
Untuk membawa sektor pariwisata Kota Pagar Alam yang terdepan di Sumatera Selatan dan menjadi tujuan wisata utama di level internasional, Pemerintah Kota Pagar Alam berusaha menjalin kerjasama dengan berbagai pihak salah satunya dengan membentuk kerjasama dengan Persatuan Hotel dan Restoran (PHRI) dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sumatera Selatan (Besemah Pagar Alam, 2010e).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pagar Alam telah meminta bantuan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan pusat untuk dibangunnya sebuah museum atau ditetapkannya perwakilan BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala). Namun, hal ini diakui butuh proses panjang untuk bisa memenuhi harapan tersebut. Dengan potensi dan status Pagar Alam yang memiliki ribuan peninggalan sejarah dalam berbagai bentuk itu akan menjadi nilai tambah bagi Pemerintah Kota Pagar Alam untuk meyakinkan Kementerian Budaya dan Pariwisata mengenai pentingnya museum dan kantor BP3 di Pagar Alam.
Pemerintah Kota Pagar Alam berencana membuat replika megalit di halaman kantor Pemerintah Kota Pagar Alam. Pembuatan replika selain untuk memperindah perkantoran, upaya ini juga dapat mendukung wisata sejarah dan sebagai bentuk pelestarian berbagai aset budaya sejarah yang tersebar di daerah Pagar Alam (Suara Nusantara, 2011).
Pengembangan agrowisata memiliki peluang besar untuk mendongkrak kunjungan wisata. Agrowisata merupakan perpaduan antara kegiatan wisata dengan kehidupan di daerah pertanian. Pagar Alam cukup potensial untuk dikembangkan menjadi daerah agrowisata. Namun, keterbatasan sarana pendukung dan kurangnya modal bagi petani menjadi kendala untuk mewujudkan agrowisata ini (Besemah Pagar Alam, 2010b).
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan berupaya meningkatkan kualitas masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi aktif mendukung realisasi visi dan misi Pemerintah Kota Pagar Alam dalam pengembangan aktivitas wisata dan budaya sehingga masyarakat memperoleh keuntungan dari aktivitas ini, misalnya melalui pelatihan penggerak (PKK) (Besemah Pagar Alam, 2005).

Tantangan Pengembangan Pariwisata di Kota Pagar Alam

Tantangan Pengembangan Pariwisata di Kota Pagar Alam
Dalam mengembangkan program pariwisata, Pemerintah Kota Pagar Alam dihadapkan oleh beberapa kendala yang menghambat proses realisasi program-program yang ada. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. minimnya akses transportasi dan lokasi wisata yang tersebar di berbagai wilayah sehingga sulit untuk dicapai.
2. kurangnya akses informasi mengenai lokasi wisata di Kota Pagar Alam.
3. minimnya tenaga profesional dalam pengelolaan potensi pariwisata.
4. kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap potensi pariwisata di Kota Pagar Alam.
Salah satu tantangan sektor pariwisata Kota Pagar Alam adalah keterbatasan sarana transportasi. Sebagai contoh, perjalanan dari Kota Palembang sebagai ibukota Provinsi Sumsel menuju Pagar Alam harus ditempuh dengan menggunakan kendaraan angkutan umum, berupa bus Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP) atau Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) yang memakan waktu sekitar tujuh jam. Jika menggunakan pesawat terbang hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Alasan inilah yang membuat Pagar Alam membangun lapangan terbang. Peningkatan jumlah pengunjung tentu akan sangat menguntungkan (Pertiwi, 2010).
Panorama alam, patung-patung besar, danau, air terjun, dan rumah-rumah tradisional Besemah merupakan potensi pariwisata yang strategis. Keberadaan potensi wisata ini tersebar di berbagai daerah, seperti di dalam hutan, di tepi sungai, perkampungan penduduk, kebun, sawah dan perbukitan sehingga sulit untuk dikunjungi (Besemah Pagar Alam, 2010f).
Informasi yang minim membuat wisatawan kurang mengetahui objek wisata yang terdapat di Pagar Alam sebagai bahan pertimbangan melakukan kunjungan. Di lapangan pengelolaan peninggalan pariwisata belum profesional dan cenderung kurang terurus.
Data mengenai batu megalitik dan arca yang merupakan benda bersejarah di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, masih belum lengkap sehingga pemerintah setempat kesulitan menginventarisasikannya. Belum adanya laporan resmi dan konkret dari warga yang menemukan situs megalitik tersebut membuat pemerintah kesulitan mendata lokasi termasuk jumlah benda prasejarah tersebut. Mengingat begitu banyaknya situs megalitik di Pagar Alam baik yang sudah terdata maupun baru ditemukan, pihaknya akan melakukan kerjasama dengan warga untuk pendataan khususnya terhadap penemuan baru. Mengingat Pagar Alam ini akan dijadikan kawasan cagar budaya, maka perlu dilakukan pendataan secara detail dan lengkap mengenai jumlah situs dan lokasinya. Oleh karena itu, sebelum kota ini dijadikan sebagai kawasan cagar budaya, tentunya harus memiliki data lengkap tentang jumlah dan lokasi situs serta megalit yang ada di Pagar Alam (Baharman, 2010).
Penemuan benda arkeologi di Dempo Tengah, Dempo Selatan, dan Dempo Utara tidak ditanggapi cepat oleh Pemerintah Kota Pagar Alam. Keterbatasan sarana penelitian menjadi penghambat bagi pemerintah kota untuk menganalisa temuan-temuan yang ada. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kota Pagar Alam belum memiliki lembaga atau instansi yang menguasai pengurusan benda arkeologi dan cagar budaya, seperti kantor perwakilan BP3, museum atau pos arkeolog. Keberadaan benda-benda temuan warga selama ini sering kali tidak terjaga dengan baik karena kurangnya pemahaman warga tentang nilai luhur budaya peninggalan masa lalu, padahal semua benda tersebut merupakan aset yang tidak ternilai bagi Pagar Alam. Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut esensi yang paling dibutuhkan yaitu adanya SDM peneliti dan pengelola yang profesional dalam menangani benda arkeologi dan cagar budaya yang merupakan sisa peninggalan masa lampau (Suara Nusantara, 2011).
Megalit banyak ditemukan di Kota Pagar Alam. Namun, penemuan tersebut jarang sekali dilaporkan kepada pihak terkait untuk dilestarikan dan dirawat. Ada kecenderungan masyarakat memilih diam. Beberapa ada juga yang sengaja menimbun batu-batu bersejarah itu agar tidak diketahui pihak pemerintah. Alasannya sederhana, karena warga khawatir jika nanti lahan miliknya diminta pihak pemerintah untuk dihibahkan. Sedangkan lahan pertanian tersebut merupakan satu-satunya sumber mata pencaharian keluarga (Sripo, 2010).

Potensi Wisata Kota Pagaralam

Potensi Pariwisata di Kota Pagar Alam
Kota Pagar Alam memiliki potensi pariwisata yang sangat besar. Mulai dari pesona alam, seni budaya dan peninggalan leluhur masa lampau. Dunia pariwisata mampu menjadikan suatu daerah menjadi lebih berkembang dan kesejahteraan masyarakat akan terangkat.
Menurut Chafid Fandeli, Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gajah Mada bahwa berdasarkan catatan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, perkembangan dan pertumbuhan dunia pariwisata di Asia termasuk Indonesia saat ini mencapai 14 persen, Kota Pagar Alam adalah salah satunya. Pada tahun 2008, 50 persen wisatawan baik domestik maupun mancanegara lebih menghendaki daerah-daerah wisata yang masih alami atau natural. Peluang besar itu dimiliki Kota Pagar Alam. Sektor pariwisata merupakan sektor andalan untuk pemulihan ekonomi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memiliki multiplier effect yang tinggi. Pariwisata di Pagar Alam merupakan sektor yang sangat berpotensi untuk mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Besemah Pagar Alam, 2010d).
Kota seribu air terjun, memang layak menjadi predikat bagi Pagar Alam. Air terjun yang disebut warga setempat sebagai chugup banyak ditemukan di Kota Pagar Alam. Hal ini sama seperti keberadaan megalit yang tersebar di hampir semua wilayahnya. Kondisi ini tampaknya menjadi salah satu faktor bagi kalangan yang berpendapat bahwa Pagar Alam memiliki potensi besar untuk menjadi daerah tujuan wisata unggulan di Sumatera Selatan (Besemah Pagar Alam, 2009).
Tidak banyak wilayah di Sumsel yang diberi kekayaan berupa aset wisata sejarah sekaya di Pagar Alam. Julukan Kota Pagar Alam sebagai museum megalit alam tidak terlalu berlebihan. Situs bersejarah peninggalan masa lalu yang diburu para arkeolog kelas dunia banyak tersebar di seluruh bumi Besemah (Pagar Alam). Saat ini dengan visi dan misi Pemerintah Kota Pagar Alam yang menginginkan kota ini sebagai kota pariwisata, warga Pagar Alam bersemangat untuk melestarikan peninggalan budaya luhur mereka yang tersebar di berbagai tempat, baik yang disimpan secara pribadi, terdapat di dalam hutan, di tengah kebun, ataupun areal persawahan, hingga yang terkubur di dalam tanah. Satu persatu peninggalan sejarah ini mulai diungkap (Besemah Pagar Alam, 2010a).
Penelitian dan pendataan yang dilakukan Balai Arkeologi (Balar) dengan BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Jambi telah menemukan ratusan batu megalit dalam berbagai jenis seperti batu datar, dolmen, tetralith, lumpang batu dan lesung batu merupakan peninggalan sejarah yang sudah berumur ribuan tahun, megalit ini ditemukan di sekitar perkampungan penduduk, kebun kopi, persawahan, bukit, hutan dan sungai. Tim Balar memfokuskan pendataan batu megalit di wilayah Pagar Alam karena di wilayah ini banyak ditemukan megalit dalam berbagai bentuk, jenis dan masih terlihat utuh.
Untuk melihat secara langsung seluruh batu-batu yang menggambarkan peradaban manusia purba ini tidak cukup dalam satu hari. Batu megalit ini menarik minat wisatawan asing yang sering berkunjung untuk melakukan penelitian. Karena itu, batu megalit berpotensi besar untuk diangkat menjadi salah satu objek wisata sejarah. Seorang arkeolog dari Universitas Nishigawara Okayama City Jepang, Prof Jung Soo, menyimpulkan bahwa megalit-megalit yang berada di Pagar Alam merupakan megalit tertua di Indonesia dan megalit di Pagar Alam sama tuanya dengan megalit di Kerajaan Mesir Kuno (Besemah Pagar Alam, 2005).
Peneliti yang secara luas mempelajari situs Pasemah ialah A.N.J.Th.a.Th.van Der Hoop dalam bukunya The Megalithic Remains in South Sumatera (1932). Ia menyimpulkan bahwa arca-arca di situs Pasemah dibuat oleh masyarakat megalitik. R.von Heine Geldern (1945) menyatakan bahwa megalitik Pasemah termasuk dalam kebudayaan “strongly dinamic agitated”. Dibuat untuk tujuan religius, dalam pembuatannya banyak warga masyarakat yang terlibat mengingat ukurannya yang besar. Masyarakatnya tentu sudah tertata dan teratur. Arca-arca tersebut hendak merepresentasikan tokoh masyarakat yang dikagumi secara luas (Munandar, 2009).
Peninggalan arkeologi Pagar Alam pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi melalui kepariwisataan. Pasar wisata yang ditujukan pada sumber daya budaya dan arkeologi sangat beragam. Prentice (1993) berpendapat bahwa segmen pasar wisata dapat dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu:
1. Kelompok peneliti kalangan akademik/ilmiah (educated visitirs)
2. Kelompok profesional
3. Kelompok keluarga
4. Kelompok pelajar/sekolah
5. Wisatawan dengan motivasi nostalgia.
Kelima kelompok wisatawan tersebut berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya budaya maupun sumber daya arkeologi yang sangat potensial di samping objek wisata alam yang mengedepankan keindahan atau pesona alam. Bisnis pariwisata dibedakan menjadi bisnis pariwisata skala jangkauan primer dan skala jangkauan sekunder. Jangkauan primer mencakup pariwisata dalam negeri. Peninggalan arkeologi di Pagar Alam tampaknya dapat dikelompokkan pada kedua jangkauan tersebut. Dengan adanya jangkauan primer dan jangkauan sekunder maka setiap daerah atau negara yang memiliki potensi wisata melalui sumber daya arkeologi harus memperhatikan hal tersebut (Sukendar, 2008).
Tabel 1. Jenis Objek Wisata di Kota Pagar Alam
No Nama Kecamatan Pariwisata
Jumlah tempat rekreasi Kebudayaan
A B C D E F G H I J K
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Pagar Alam Utara 1 2 2 4 1 1 1 1 3 3 8
2 Pagar Alam Selatan - 13 - 8 - 1 1 1 2 2 4
3 Dempo Utara - - 2 1 - - 1 - 1 1 4
4 Dempo Selatan 1 - 1 6 - - 2 - 1 - 4
5 Dempo Tengah - - 1 2 - - 1 - 1 1 2
Jumlah 2 37 6 21 4 2 6 2 8 7 22
Sumber data : Pemerintah Kota Pagar Alam Tahun 2010

Keterangan :

A. Taman
B. Air Terjun
C. Danau
D. Megalit
E. Rumah Adat
F. Pemandian
G. Hutan Lindung
H. Pertunjukan Tradisi
I. Toko Cinderamata
J. Sanggar Seni
K. Seniman

Dari data diatas masih banyak lokasi pariwisata yang belum terdata atau belum dipublikasikan karena inventarisasi masih sulit dilakukan dan minimnya pengelolaan secara profesional.
Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada awal tahun 2011 ini mengalami peningkatan 74,9 persen dibandingkan pada bulan Desember 2010. Sedangkan kunjungan wisman pada November tahun 2010 meningkat secara signifikan dibandingkan Oktober 2010. Peningkatan tertinggi wisman secara persentase berasal dari Jepang yaitu 400,00 persen, diikuti Inggris dan Singapura masing-masing peningkatan sebesar 300,00 persen dan 151,06 persen (Sumsel Post, 2011).
Objek wisata di Pagar Alam terdiri dari objek wisata alam dan objek wisata budaya. Selain terkenal dengan keindahan alamnya, Kota Pagar Alam juga kaya akan peninggalan sejarah. Banyak dijumpai air terjun dan batu megalit di Kota Pagar Alam. Berdasarakan statistik kunjungan wisata, jumlah pengunjung objek wisata di Kota Pagar Alam pada tahun 2009 mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah pengunjung objek wisata adalah sebesar 23.535 dan meningkat menjadi 24.442 pada tahun 2009. Dari total tersebut, dirinci menjadi 87 wisatawan mencanegara dan 24.355 wisatawan nusantara (BPS Kota Pagar Alam, 2010).
Tabel 2. Jumlah wisatawan yang datang ke Kota Pagar Alam 2007-2009
Uraian 2007 2008 2009
Wisatawan Mancanegara 131 145 87
Wisatawan Nusantara 19.353 23.490 24.355
Total 19.484 23.535 24.442
Sumber : Pemerintah Kota Pagar Alam Tahun 2010

kebijakan mengenai Kopi Pagaralam

Kebijakan Pemerintah Mengatasi Kesuraman Pagar Alam Coffee
Sampai saat ini sasaran pasar komoditi kopi nasional masih mengandalkan pasar ekspor yang tersebar menuju di berbagai kota besar di negara negara maju. Hal ini dikarenakan konsumsi perkapita dan pertumbuhannya didalam negeri masih rendah sedangkan konsumsi konsumen di kota kota besar diluar negeri cukup menjanjikan. Perubahan nilai tukar dolar dalam jangka pendek akan memberikan perubahan harga kopi yang diterima pedagang dan produsen (petani) kopi. Harga di tingkat internasional, secara tidak langsung akan berpengaruh pada penerimaan petani. Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi manajemen, meningkatkan produktivitas, mutu dan rendemen, serta mengurangi distorsi ditingkat budidaya dan pasar (Budiman, 2006).
Kota Pagar Alam telah menyiapkan diri mengintensifkan produksi budidaya kopi robusta. Dalam mewujudkan Pagar Alam menjadi kota yang berbasis agrobisnis dan pariwisata, pemerintah berupaya meningkatkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan secara maksimal. Pemerintah sebagai fasilitator berusaha membuat alternatif alternatif untuk lebih memberdayakan masyarakat. Ketika harga kopi fluktuatif dan cenderung turun, pemerintah menyarankan supaya petani memiliki usaha alternatif lain. Pada tahun 2005, disektor perkebunan pemerintah telah mensosialisasikan diversifikasi tanaman. Pemerintah Kota memberikan bantuan bibit panili, lada, cokelat dan lain lain (Besemah Pagar Alam, 2005).
Pada tahun 2011, supaya produksi biji kopi tetap optimal Pemkot (Pemerintah Kota) kembali merencanakan pola sistem intensifikasi melalui perbanyakan teknik penyambungan. Tercatat dari 28.000 ha luas kawasan hutan lindung, terdapat 8.813 ha lahan yang berpotensi untuk pengembangan kopi teknik sambung. Daerah kecamatan Dempo Tengah seluas 14.400 merupakan sentra terbesar produksi buah kopi teknik sambung. Dari sisi produktifitas buah, kehadiran kopi sambung ini ternyata dapat menghasilkan keuntungan yang berkali lipat. Bahkan produksinya bisa mencapai 2 ton per ha sedangkan produksi buah kopi yang berasal dari perbanyakan generatif atau biji berkisar 600 sampai 700 kilogram per ha. Sebenarnya sosialisasi teknik sambung telah disosialisasikan sejak 2007, namun karena harga kopi pada 2007 sangat rendah, minat petani untuk mengintensifkan budidaya kopi mereka sangatlah kecil bahkan sebagian pejabat meragukan sistem intensifikasi ini mampu mengangakat populeritas kopi Pagar Alam. Pada 2011, ketika harga kopi mencapai Rp 10.000,00 sampai 12.500,00 per kg, teknik sambung mulai kembali diperhatikan. Sebelum diaplikasikan teknik sambung, kualitas biji kopi Pagar Alam tergolong asalan yang menyebabkan harga jual kopi ditingkat petani hampir setiap tahun berfluktuasi. Belum adanya kesepakatan soal harga di tingkat pedagang pengumpul terkait aturan petik merah ternyata menjadi kendala bagi petani kopi. Dishutbun (Dinas Kehutanan dan Perkebunan) Kota Pagar Alam bahkan telah mengadakan kegiatan bimbingan teknis dan pelatihan. Kegiatan yang diperuntukkan bagi penyuluh ini dilaksanakan mulai Mei 2011 (Besemah Pagar Alam, 2010).
Untuk meningkatkan nilai tambah kopi. Pada Juni 2009, pemerintah kota mulai membangun BLK (Balai Latihan Kerja). Melalui BLK ini, petani kopi diajarkan teknik pengolahan biji kopi menjadi produk baru atau produk turunan kopi. Petani juga dilatih untuk mampu melakukan pengemasan kopi yang baik sehingga layak jual (Besemah Pagar Alam, 2009).
Kebijakan yang telah dibuat sangat bermamfaat namun dampaknya belum terlalu dirasakan bagi petani kopi di Kota Pagar Alam. Hal ini disebabkan karena realisasi kebijakan di lapangan masih belum optimal dan minimnya program tidak sebanding dengan permaslahan petani yang sangat kompleks.

Kesuraman Kopi Pagaralam

Ada beberapa faktor yang menyebabkan suramnya kopi Pagar Alam seperti kurangnya pengetahuan dan kemampuan petani, minimnya ketersediaan dan penggunaan sarana produksi, masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi tanaman dan produklemahnya akses modal dan informasi, belum adanya spesifikasi jenis biji kopi, harga kopi relatif rendah, Semakin menurunnya luas areal perkebunan kopi karena konversi lahan, dan rendahnya akses pemasaran.
Budidaya tanaman kopi di Kota Pagar Alam memang sudah berlangsung lama. Belanda merupakan pelopor budidaya tanaman kopi di Kota Pagar Alam. Selama dikelola Belanda budidaya kopi dilakukan secara ketat untuk menjaga kuantitas dan kualitas kopi yang dihasilkan, kopi Pagar Alam merupakan salahsatu sumber pendapatan Belanda dan juga sebagai upeti bagi Ratu Belanda. Setelah berakhirnya masa penjajahan Belanda, perkebunan yang dikelola belanda diambil alih oleh masyarakat. Tahun demi tahun banyak bermunculan perkebunan kopi di Kota Pagar Alam.
Sebenarnya, tidak semua lahan di Pagar Alam cocok untuk kopi. Ada lahan-lahan yang cenderung dipaksa dengan tanaman kopi hanya karena mengejar untung. Hal ini disebabkan karena petani kopi pernah mengalami masa kejayaan di sekitar tahun 1987-an. Meskipun sudah secara turun temurun membudidayakan tanaman kopi, pengetahuan dan kemampuan petani dalam usahatani kopi masih kurang (Pemerintah Kota Pagar Alam, 2005).
Di Pagar Alam ketersediaan dan penggunaan sarana produksi masih kurang. Bibit yang dipakai kurang menjamin, bahkan petani sembarangan membeli kepada pihak-pihak penjual bibit yang tidak bersertifikat. Dalam usahataninya petani jarang melakukan pemupukan, jikalau ada pupuk anorganik (pupuk kimia) saja yang mereka berikan ke tanaman kopi. Petani masih awam dengan pupuk majemuk dan pupuk organik. Akibat terlalu banyak penggunaan pupuk anorganik banyak tanah menjadi jenuh. Dalam pemeliharaan tanaman kopi, petani jarang membersihkan lahan dan mengendalikan OPT (organisme penggangu tanaman) dengan baik. Pembersihan gulma sering dilakukan menjelang panen saja dan hal itu menggunakan bahan bahan kimia, seperti herbisida. Dalam mengendalikan hama, petani sebagian besar hanya menggunakan pestisida kimia atau lebih dikenal dengan istilah “ racun”, seperti racun semut, racun belalang dan racun upas, semuanya berbahan kimia sintetis yang kurang aman untuk lingkungan. Petani hanya sedikit memiliki pengetahuan tentang jenis bahan pengendali hama bahkan ada yang salah dalam penggunaannya. Banyaknya penggunaan bahan kimia sintetis membuat biji kopi yang dihasilkan mengandung residu bahan kimia yang cukup tinggi. Yang lebih memprihatinkan sejak harga kopi anjlok banyak kebun kopi yang telah menjadi semak belukar, namun ada pula yang mengonversi tanaman kopi dengan komoditi lain yaitu tanaman cabe (Pagar Alam Post, 2011a).
Akibat faktor ekonomi dan faktor musim panen kopi membutuhkan waktu yang lama, serta adanya kekhawatiran produksi kopi akan terus berkurang. Banyak petani yang pergi merantau untuk mencari pekerjaan lain di luar Kota Pagar Alam dan apabila waktu panen kopi tiba mereka kembali ke Pagar Alam dengan harapan usahatani kopi mereka berhasil. Fenomena menunjukkan tingkat pemeliharaan kopi di Pagar Alam masih sangat kecil, disaat tanaman kopi membutuhkan pemeliharaan intensif supaya pertumbuhan dan perkembangannya baik, dalam arti lain menghasilkan kopi yang baik petani malah pergi. Hal ini mempengaruhi penurunan kualitas kopi Pagar Alam (Pagar Alam Post, 2011b).
Untuk mengatasi harga kopi yang fluktuatif, pemerintah menganjurkan untuk melakukan diversifikasi tanaman. Petani di Pagar Alam sudah banyak yang mencoba melakukan diversifikasi tanaman dengan menanam lada, panili dan karet. Namun karena pengetahuan dan ketrampilan petani yang masih kurang, diversifikasi tersebut kurang berhasil, petani lebih cenderung menanam saja. Perihal pemeliharaan tanaman masih kurang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari kenampakan fisik tanaman dan produktivitasnya.
Menurut Indriasari (2008) dalam Kustiari (2007) menyatakan bahwa untuk membangun dan meningkatkan keragaaan kopi Indonesia perlu diperhatikan berbagai faktor, antara lain harga yang mempunyai peran sangat dominan. Harga kopi ini sangat berpengaruh di dalam mendorong perluasan areal kopi, suplai kopi, ekspor kopi harga dan konsumsi domestik. Sementara itu, harga kopi di Indonesia lebih ditentukan harga kopi dunia yang merupakan variabel eksogenus. Oleh karena itu, kebijakan kopi di Indonesia diarahkan untuk dapat mengantisipasi gejolak harga kopi dunia untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin guna meningkatkan keragaan kopi Indonesia.
Di waktu musim panen, petani memanen buah kopi yang masih hijau atau muda. Kriteria petik mereka adalah dengan menggigit salah satu buah kopi pada dompolan buah jika buah sudah keras artinya sudah layak untuk dipetik. Hal ini dilakukan agar pemetikan tidak perlu berulang kali (supaya cepat selesai) dan menghindari pencurian buah kopi dikebun. Pemetikan buah kopi seperti ini membuat kualitas biji kopi yang dihasilkan buruk. Apalagi ketika dompolan memiliki banyak buah kopi dan didominasi buah yang sudah matang (merah), petani memetik dengan cara “meghughus” yaitu dengan menarik dompolan dari atas ke bawah yang membuat seluruh buah kopi terpetik semua tanpa melalui seleksi. Cara ini bahkan dapat membuat cabang menjadi rusak.
Setelah buah kopi dipetik secara keseluruhan, kesalahan kembali terjadi. Petani menjemur kopi di jalan-jalan sehingga buah kopi rusak akibat dilindas kendaraan atau hilang karena terpental ketika dilindas kendaraan. Penjemuran seperti ini membuat kuantitas buah kopi berkurang dan bentuk biji kopi tidak lagi bagus (pecah). Setelah buah kopi dirasa sudah kering, buah kopi dapat digiling dan dijual, pada waktu penjualan ada juga petani nakal yang memasukkan benda lain (selain biji kopi kering) supaya dapat menambah timbangan kopi, misalnya dedak (kulit) kopi. Sebagian petani tidak memperhatikan kadar air pada kopi saat penjemuran. Petani lebih suka menjual kopi yang masih basah agar lebih berat pada saat ditimbang. Padahal harga kopi yang sudah kering (kadar air 13 %) kualitasnya lebih baik dengan harga jual yang lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini, pedagang pengumpul menguji biji kopi yang diperoleh dari petani yang dilakukan secara manual atau dengan alat. Karena kadar air biji kopi yang beragam pedagang pengumpul kembali menjemur kopi yang dibelinya dari petani kopi.
Banyaknya pedagang pengumpul menyebabkan tingkat harga biji kopi beragam . Harga kopi saat ini di Pagar Alam yang turun dinilai sangat wajar. Hal ini dikarenakan kopi dari petani sebelum diekspor harus melewati beberapa rantai agen. Mulai dari agen kecil, agen besar, agen induk dan terkahir eksportir. Jadi pihaknya tidak menyalahkan kalau harga kopi ditingkat agen beragam (Pagar Alam Post, 2009)
Perbedaan tingkat harga ini menuntut pemerintah untuk menyetabilkan harga di tingkat pedagang supaya petani kopi tidak merasa dirugikan. Selain perbedaan tingkat harga, petani kurang memiliki informasi harga kopi, mereka hanya menerima harga yang diberikan pedagang pengumpul apalagi kalau petani membutuhkan uang secara cepat berapapun harga yang diberikan petani terpaksa menerima. Sebenarnya di Pagar Alam terdapat pula kopi jenis arabika yang harganya bisa dua kali lipat harga kopi robusta. Namun karena kurangnya pengetahuan petani akan jenis dan harga kopi arabika serta di tingkat pedagang pengumpul tidak ada spesifikasi jenis kopi sehingga harga biji kopi arabika disamakan dengan harga biji kopi robusta.
Harga biji kopi Pagar Alam tergolong rendah, hal ini disebabkan kualitas biji kopi yang dihasilkan umumnya rendah dan posisi kopi Indonesia dibawah kopi Vietnam sehingga pembeli (eksportir) luar negeri lebih memilih kopi Vietnam. Penurunan ini dikarenakan budidaya kopi yang kurang baik, misalnya petik muda, pengolahan pascapanen dan panen yang tidak baik membuat mutu kopi rendah sehingga dihargai murah. Kualitas kopi asal Pagar Alam dirasakan kurang bagus karena sebagian di antaranya terlebih dahulu dilindas kendaraan saat dijemur di jalan. Itu sebabnya kopi Indonesia kalah bersaing dengan kopi Brasil dan Vietnam yang tidak perlu dilindas-lindas roda kendaraan terlebih dahulu.
Meskipun demikian, terdapat pula kopi Pagar Alam yang memiliki kualitas tinggi namun adanya pedagang nakal yang mencampur kopi Pagar Alam berkualitas tinggi dengan kopi dari daerah lain semakin menenggelamkan citra kopi Pagar Alam (Iskandar, 2011).
Meskipun budidaya kopi di Kota Pagar Alam sudah turun temurun mulai dari zaman penjajahan Belanda kopi Pagar Alam masih kurang dikenal. Hal ini bisa disebabkan oleh hilangnya identitas kopi Pagar Alam ketika dijual pedagang pengumpul ke Provinsi lampung. Pilihan ekspor melalui Lampung karena oleh adanya jaminan kapal yang akan mengangkut kopi di daerah tersebut dibandingkan di pelabuhan Bom Baru Palembang, Sumatera Selatan. Pembeli bisa menentukan sendiri jenis kapal yang akan mengangkut kopi ke negara tujuan melalui Pelabuhan Panjang. Jarak Pagar Alam-Lampung sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan jarak Pagar Alam-Palembang namun jaminan ketersediaan kapal di pelabuhan Panjang lebih baik dibandingkan Pelabuhan Bom Baru. Hal tersebut membuat Lampung dibanjiri pedagang pengumpul dan eksportir. Selain itu, banyaknya pungutan liar di sepanjang jalan Pagar Alam-Palembang membuat pedagang pengumpul memilih alternatif penjualan yaitu ke daerah Lampung. Ekspor kopi melalui Lampung membuat nilai ekspor dari daerah ini lebih dikenal. Di pelabuhan Lampung, daerah asal kopi menjadi kabur sehingga identitas kopi sulit diketahui. Hal inilah yang membuat kopi Pagar Alam kurang dikenal (Manggadermayu, 2008).

Pagaralam sebagai Produsen Kopi Indonesia

Kota Pagar Alam merupakan bagian wilayah provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak disebelah selatan dengan posisi wilayah berada pada 03059’45” Lintang Selatan dan 103007’00” - 103027’26” Bujur Timur. Wilayah kota Pagar Alam merupakan daratan dengan luas mencapai 63.366 Hektar. Tofografi kota Pagar Alam merupakan daerah yang berbukit dan bergunung berketinggian 100-1000 M di atas permukaan laut (dpl). Keadaan tanah di daerah Pagar Alam pada umumnya tanah kelas 1 (1) yang mengandung kesuburan tanah yang tinggi sehingga Kota Pagar Alam sangat cocok untuk budidaya tanaman, khususnya kopi (Pemerintah Kota Pagar Alam, 2009).
Kota Pagar Alam terkenal dengan produksi tanaman perkebunan utamanya tanaman kopi. Sebagaian besar penduduk di daerah ini bermata pencaharian sebagai pekebun kopi. Sehingga fluktuasi harga kopi cukup berpengaruh terhadap ekonomi daerah secara makro. Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, identik sebagai daerah penghasil dan tempat perdagangan kopi. Kopi Pagar Alam sudah dikenal sebanyak zaman Belanda. Kopi merupakan komoditi yang sangat penting di Kota Pagar Alam. Kopi menjadi sumber penghasilan sebagian besar penduduk di Kota Pagar Alam. Tidak sedikit masyarakat yang meningkat kesejahteraan hidupnya karena bercocok tanam kopi. Tanaman kopi turut memberikan sumbangsih yang cukup signifikan baik bagi PAD (Pendapatan Asli Daerah) Sumatera Selatan dan masyarakat Kota Pagar Alam sendiri. Usaha tersebut terus meningkat dengan melibatkan masyarakat umum setelah kemerdekaan Indonesia (Candra, 2010)
Selama ditangani Belanda, kopi di Pagar Alam sangat dijaga kualitasnya. Petani dilarang memanen biji kopi yang berwarna hijau sebab masih muda. Petani juga dilarang menjemur kopi di jalan tanpa alas tikar. Pengetatan dilakukan karena kopi Pagar Alam telah menjadi bagian dari upeti yang diserahkan kepada Ratu Belanda sehingga kualitas benar-benar diutamakan. Kopi Pagar Alam memiliki aroma yang sangat wangi. Kelebihan aroma kopi Pagar Alam telah diakui industri kopi (Iskandar, 2007).

Tabel 1. Luas Perkebunan Kopi di Kota Pagar Alam Tahun 2007-2009
Uraian 2007 2008 2009
Luas panen (ha) 36.502 35.556 8.313
Sumber : Pagar Alam Dalam Angka 2007 – 2009