Selamat Datang di Bumi Jagad Besemah

11 July, 2012

PTPN VII KOTA PAGARALAM


PROTAS TEH PAGARALAM TERTINGGI DI INDONESIA


        Produktivitas kebun teh PTPN VII Unit Usaha Pagaralam pada tahun 2011 mencapai angka 3 ton teh kering per hektare per tahun, merupakan yang tertinggi di Indonesia yang rata-rata baru di atas 2,3 ton. Keberhasilan tersebut sebagai buah dari konsistensi dalam penggalian produksi dengan memanfaatkan mesin petik.
Dari total lahan seluas 1.430 ha, kini 60 persen kebun teh yang berada di lereng timur Gunung Dempo tersebut dipanen dengan mesin petik. “Kami berusaha mengoptimalkan panen dengan mesin petik, paling tidak beberapa tahun ke depan bisa di atas 70 persen,” kata Manajer Unit Usaha Pagaralam Rudi Guntur.
             Sementara sisanya tetap dengan petik manual atau gunting, terutama di areal bertopografi berat, terjal dengan tingkat kecuraman tinggi. Unit Usaha Pagaralam mulai mengaplikasikan mesin petik pada tahun 2006 dimulai dari 5 unit dan kini menjadi sebanyak 48 unit. Mulanya memang tak mudah, karena berbagai kendala juga menyertai.
“Mekanisasi memerlukan konsistensi, sebab jika terjadi kesalahan akan merusak tanaman. Kami juga melakukan ploting sampai kemiringan terntentu agar bisa dipanen dengan mesin petik,” ujar Guntur. Optimalisasi petik dengan mesin juga harus diimbangi dengan perawatan tanaman sesuai dengan norma, terutama pemupukan.
“Dengan mesin, jadwal petik harus konsisten. Jadi, tanaman harus mendapatkan suplai pupuk yang cukup agar pucuk keluar terus,” kata Guntur yang kelahiran Bojonegoro tahun 1957 dan lulusan Fakultas Pertanian UPN Yogyakarta pada 1985 itu.
Kemudian yang juga tak kalah penting adalah memotivasi pekerja, membangkitkan semangat mereka untuk bangkit bersama. “Jangan sampai ada pekerja yang pesimis. Kita harus mengajak mereka mengubah mindside bahwa semua bisa dilakukan jika memang dikerjakan dengan benar dan sungguh-sungguh,” tegas ayah tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Cory Setianingsih itu.
Mengubah kebiasaan memang bukan perkara mudah. “Selama ini banyak pekerja yang bekerja dengan kebiasaan lamanya yang sebenarnya tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. Mereka yakin kalau biasanya begini maka harus begini. Merasa tak bisa berubah. Padahal bisa, soalnya mau atau tidak memulai perubahan itu.”
Guntur mencontohkan selama ini tertanam anggapan dan kebiasaan bahwa kalau pucuk yang dipanen kasar maka teh yang dihasilkan juga kasar. Padahal, kita punya alat untuk membuat lebih halus. Nah, itulah gunanya alat, tergantung kita yang mengoperasikan. Meski pucuk kasar, kalau kita bisa buat menjadi halus, ya jadi halus. Hanya mengubah cara kerjanya saja.
Dalam proses perubahan itu, kata Guntur, yang terpenting adalah adanya komunikasi yang intens antara atasan dan bawahan atau antarpekerja. Artinya, tidak bisa jalan sendiri-sendiri. “Apa tujuan perusahaan dan apa yang harus kita lakukan untuk mencapai tujuan itu, harus kita komunikasikan, dipahami oleh semua pekerja.”
Peningkatan produksi dan produktivitas juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas produk. Untuk menghasilkan teh bermutu, lagi-lagi Guntur menyebut diperlukannya konsistensi, mulai dari perawatan tanaman, pemanenan, sortasi, pengolahan sejak mulai pelayuan, kuantitas di OTR, dan seterusnya hingga pengemasan, penyimpanan, dan pemasaran.
“Jika ada proses yang kurang atau berlebihan, akan mempengaruhi proses berikutnya, termasuk mutu yang dihasilkan. Misalnya kuantitas pucuk ketika proses di OTR, jangan lebih dan jangan pula kurang. Sebab hal itu akan mempengaruhi proses berikutnya dan mutu teh yang dihasilkan,” dia mencontohkan.
Termasuk juga masuk dalam prinsip konsistensi adalah mempertahankan komposisi klon. “Kami sudah sampaikan dan mendapat respon positif dari Pak Komut dan Direksi bahwa komposisi klon teh di Pagaralam ini harus dibakukan agar kekhasan teh Gunung Dempo juga tidak berubah dan tidak hilang,” katanya.
Komposisi klon di kebun teh Pagaralam seluas 1.437,98 ha adalah Assamica seluas 7,41 ha (0,52%), TRI 2024 seluas 301,71 ha (20,98%), TRI 2025 seluas 687 ha (47,78%), MPS seluas 11,80 ha (0,82%), CIN/MPS seluas 3,08 ha (0,21%), Kiara seluas 37,98 ha (2,64%), Gambung 7 seluas 58,78 ha (4,09%), Gambung 11 seluas 14,13 ha (0,98%), dan Gambung 9/Mix seluas 316,09 ha (21,98%).
Untuk mengimbangi kenaikan produktivitas, kapasitas pabrik pun ditingkatkan dari 40 ton pucuk per hari menjadi 60 ton dan sekarang jadi 80 ton. Sekarang yang menjadi masalah, produksi naik belum dibarengi dengan penambahan gudang untuk penyimpanan. “Barang yang digudangkan makin banyak, karena pembeli mengambil barang masih dalam kuantitas yang sama dengan sebelum kenaikan produksi,” katanya.
Kemudian yang terpenting, Unit Usaha Pagaralam tidak lagi merugi seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi sudah bisa megantungi keuntungan sejak tahun 2009. “Tahun ini kami perkirakan bisa memperoleh untung Rp7 miliar untuk perhitungan kebun,” kata Guntur. (tim)

Sumber : PTPN 7

No comments:

Post a Comment